BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hormon adalah zat kimia dalam bentuk senyawa organik yang
dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Hormon mengatur aktivitas seperti
metabolisme, reproduksi, pertumbuhan, dan perkembangan.
Kelenjar endokrin disebut juga kelenjar buntu karena
hormon yang dihasilkan tidak dialirkankan melalui suatu saluran tetapi langsung
masuk kedalam pembuluh darah.
Hiperplasia
prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia
fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun
secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994).
Hyperplasia
prostat adalah Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius. (sumber:Rencana asuhan keperawatan marilynn
deonges).
B. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui berbagai macam
kekurangan hormone
2.
Untuk menambah wawasan tentang
kekurangan hormone
3.
Untuk mengetahui pengertian dari
hyperplasia prostat
4.
Menambah pengetahuan masyarakat
tentang penyakit kekurangan hormone dan hyperplasia prostat yang ternyata
banyak diderita para lansia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Penyakit
Kekurangan Hormon
Hormon adalah zat
kimia dalam bentuk senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin.
Hormon mengatur aktivitas seperti metabolisme, reproduksi, pertumbuhan, dan
perkembangan.
Kelenjar endokrin disebut
juga kelenjar buntu karena hormon yang dihasilkan tidak dialirkankan melalui
suatu saluran tetapi langsung masuk kedalam pembuluh darah. Hormon dari
kelenjar endokrin mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh hingga mencapai
organ – organ tertentu. Meskipun semua hormone mengadakan kontak dengan semua
jaringan dalam tubuh, namun hanya sel / jaringan yang mengandung reseptor yang
spesifik terhadap hormon tertentu yang terpengaruh hormon tersebut.
Kemampuan sistem endokrin dalam menghasilkan hormone
akan mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Proses menua yang
terjadi pada seseorang merupakan suatu proses alami secara fisiologik dan
biologik yang sangat wajar terdapat pada seluruh organ dan sel dalam tubuh.
Beberapa gangguan penyakit akibat kekurangan hormon pada
lansia antara lain :
1.
Osteoporosis
a.
Pengertian
Osteoporosis
berasal dari kata osteo dan porous, asteo artinya tulang dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunanan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tualng. Dua sel yang sangat penting
dalam proses ini adalah osteoblast yang berfungsi dalam pembentukan
tulang dan osteoklast yang berfungsi dalam proses resorpsi tulang.
Proses pembentukan dan resorpsi ini
terjadi seumur hidup. Pada usia mulai 40 tahun massa tulang akan mulai
berkurang sebagai akibat dari mulai berkurangnya fungsi osteoblast. Penurunan
massa tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis pada lansia. Massa tulang sangat
dipengaruhi oleh kalsium karena 98% dari kalsium yang tersimpan dalam tulang.
Kalsium yang berperan disini adalah kalsium ion yang dipengaruhi oleh 3 hormon,
yaitu : hormon paratiroid, 1,25 dihidroksi vitamin D, dan kalsitonin. Hormon
paratiroid berperan dalam proses resorpsi tulang dengan mengaktifkan osteoklast
dan akan mengakibatkan meningkatnya kadar kalsium dalam darah. 1,25 dihidroksi
vitamin D akan merangsang osteoblast baru kemudian merangsang osteoklast.
Sedangkan kalsitonin berperan sebagai pencegah osteoklast. Dari penelitian juga
diketahui bahwa hormon estrogen berperan dalam penekanan proses resorpsi
tulang.
b.
Faktor
Predisposisi
1) Merokok dan minuman beralkohol
2) Faktor genetis, bila dalam satu
keluarga terdapat riwayat osteoporosis, kemungkinan anggota keluarga yang lain
menderita osteoprosis sekitar 60-80%
3) Jenis kelamin, sekitar 80% penderita
osteoporosis adalah perempuan
4) Masalah kesehatan kronis, penderita
asma yang menggunakan obat-obatan jenis kortikosteroid beresiko mengalami
osteoporosis. Resiko terkena osteoporosis juga meningkat pada penderita
diabetes, hipertiroidisme, dan penyakit
5) Kekurangan hormone, pada perempuan,
kejadian menopause yang menyebabkan berkurangnya hormon estrogen yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
6) Kurang olah raga
7) Kurang kalsium
8) Indeks massa tulang yang rendah
9) Berat badan kurang
10) Lanjut usia
11) Periode menstruasi yang abnormal
12) Anorexia Nervosa (gangguan makan)
c.
Gejala
Kepadatan
tulang berkurang secara perlahan sehingga pada awalnya osteoporosis tidak
menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala. Jika kepadatan
tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan
timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps
tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami
kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara
tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah
nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan
terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap
setelah beberapa minggu
atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (Punuk
Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang
lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles.
Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh
secara perlahan.
d. Patogenesis
Mekanisme
yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah ketidakseimbangan antara
resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam tulang normal, terdapat matrik
konstan remodeling tulang; hingga 10% dari seluruh massa tulang mungkin
mengalami remodeling pada saat titik waktu tertentu. Proses pengambilan tempat
dalam satuan-satuan multiseluler tulang (bone
multicellular units (BMUs) pertama kali dijelaskan oleh Frost tahun
1963. Tulang diresorpsi oleh sel osteoklas (yang diturunkan dari sumsum
tulang), setelah tulang baru disetorkan oleh sel osteoblas.
e.
Pemeriksaan
Kondisi Tulang
Untuk
mengetahui kondisi tulang, dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni mengukur bone
mineral density dan penanda biokimiawi tulang. Kedua pemeriksaan ini berbeda,
namun dapat saling melengkapi hingga didapatkan infromasi yang lebih lengkap
tentang status tulang. Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1) Bone
Mineral Density (BMD)
Suatu pemeriksaan yang mengukur
densitas/ kepadatan mineral dalam tulang dengan sinar X khusus, CT scan atau
ultrasonografi, informasi ini menunjukkan kepadatan tulang saat pemeriksaan
dilakukan. BMD tidak dapat memprediksi densitas tulang pada masa yang akan
datang.
2) Pemeriksaan
Laboratorium
Penanda biokimia
tulang pemeriksaan
ini menggunakan sampel darah, mewakili proses reformasi tulang, sehingga
memberikan informasi mengenai ketidakseimbangan potensial antara pembentukan
dan resorpsi tulang. Resiko tulang patah/ retak berhubungan dengan penurunan
nilan BMD, sehingga dibutuhkan kombinasi dengan pemeriksaan penanda tulang yang
lebih baik.
1) N-MID
Osteocalcin
Untuk menilai pembentukan tulang
N-MID Osteocalcin adalah salah satu bagian osteocalcin yakni protein yang di
produksi oleh osteoblas. Osteoblas merupakan sel yang berperan dalam
pembentukan tulang, karena itu kadar osteocalcin menunjukkan juga aktivitas
osteoblas yakni pembentukan tulang.
2) CTx
(C-Telopeptide)
Untuk menilai resorpsi/ pembongkaran
tulang juga untuk menilai respon terhadap obat antiresorpsi. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan :
a) Jika beresiko tinggi terkena
osteoporosis, yaitu untuk deteksi dini
b) Pengukuran keseimbangan pembongkaran
tulang pada pria dan wanita usia diatas 40 tahun, karena kehilangan tulang
dimulai pada usia sekitar 40 tahun.
c) Pengukuran sebelum dilakukannya
terapi antiresopsi oral
Pengukuran pada 3 bulan setelah terapi dan untuk melihat apakah terapi antiresorpsi oral. Untuk mengetahui efikasi terapi dan untuk melihat apakah terapi yang diberikan sudah tepat atau belum.
Pengukuran pada 3 bulan setelah terapi dan untuk melihat apakah terapi antiresorpsi oral. Untuk mengetahui efikasi terapi dan untuk melihat apakah terapi yang diberikan sudah tepat atau belum.
Jika hasil laboratorium menunjukkan resiko osteoporosis yang harus dilakukan
adalah konsultasikan dengan dokter keluarga anda. Bila perlu dokter akan
meminta anda melakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya dengan pemeriksaan bone mineral density untuk menentukan
tingkat kepadatan dan kondisi tulang serta memastikan ada tidaknya
osteoporosis.
g.
Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan
tulang. Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita paska menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan
estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis. Pada pria yang menderita
osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika
hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam
jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.
2.
Diabetes Mellitus
Usia
lanjut merupakan masa di mana terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan
terjadinya kemunduran fungsional pada tubuh. Salah satunya adalah terjadinya
penurunan produksi dan pengeluaran hormon yang diatur oleh enzim-enzim yang
juga mengalami penurunan pada usia lanjut. Salah satu hormon yang menurun
sekresinya pada usia lanjut adalah insulin. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya diabetes mellitus pada usia lanjut.
Diabetes
melitus yang terdapat pada usia lanjut mempunyai gambaran klinis yang
bervariasi luas, dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata dan
kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia
lanjut. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia dan polifagia, pada
DM usia lanjut tidak ada. Umumnya pasien datang dengan keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pada usia lanjut, respon tubuh terhadap berbagai
perubahan/gejala penyakit mengalami penurunan. Biasanya yang menyebabkan pasien
usia lanjut datang berobat adalah karena gangguan penglihatan karena katarak,
rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan biasa.
Komplikasi - komplikasi yang dialami oleh pasien
usia lanjut yang menderita diabetes melitus hingga mengakibatkan terjatuh diantaranya
yaitu komplikasi yang bersifat akut dan
ada pula yang kronik. Komplikasi DM akut antara lain ketoasidosis, koma
diabetikum, dan sebagainya. Sedangkan komplikasi DM kronik antara lain
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Komplikasi akibat makroangiopati
terutama akan meningkatkan mortalitas, sedangkan komplikasi mikroangiopati akan
meningkatkan morbiditas. Komplikasi mikroangiopati antara lain retinopati
diabetik dan nefropati diabetik; komplikasi makroangiopati antara lain
terjadinya atherosklerosis yang menimbulkan komplikasi lebih lanjut pada
serebrovaskular; sedangkan komplikasi berupa neuropati, disebut juga neuropati
diabetik, yang tersering adalah neuropati perifer. Berbagai komplikasi yang
disebutkan di atas dapat menyebabkan jatuh pada usia lanjut. Selain itu,
kesalahan dalam mengkonsumsi obat antidiabetik oral oleh karena
kelebihan/kekurangan dosis dan ketidakseimbangan antara asupan makanan
dan obat antidiabetik oral dengan aktivitas sehari-hari yang menyebabkan
hipoglikemi/hiperglikemi juga dapat membuat jatuh pada usia lanjut.
Dari
penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kemungkinan besar pasien mengalami
jatuh disebabkan oleh gangguan penglihatan yang dialami sebagai komplikasi dari
penyakit diabetes melitus yang dialami oleh pasien.
3.
Penyakit
Gondok Tyroid
Penyakit
gondok tyroid adalah
penyakit yang terjadi karena gangguan pada kelenjar tiroid atau gondok manusia yang bentuknya seperti
kupu-kupu. Ia terletak di daerah leher sebelah depan pada ruas ke 2 dan 3 dari
tenggorokan.
Bila
dilihat dari gangguan fungsi, tiroid dibagi menjadi dua. yaitu hipertiroid dan
hipotiroid :
a.
Hipertiroid
1)
Definisi
Hipertiroid
yaitu suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif dalam
menghasilkan jumlah hormon tiroid yang
beredar dalam darah.
2)
Etiologi
a.
Penyakit
Graves
Penyakit
Graves atau Graves’ disease disebabkan oleh kelenjar tiroid yang overaktif, dan
merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering dijumpai.
Kelenjar tiroid membesar merata atau menyeluruh, tidak bisa memberi respons terhadap kontrol dari TSH.
Penyakit ini biasanya turunan, wanita 5 kali lebih sering daripada pria. Diduga penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana ada antibodi yang ditemukan dalam peredaran darah, yaitu thyroid stimulating immunogliobulin (TSI antibodies), thyroid peroksidase antibodies (TPO), dan TSH receptor antibodies (TRAb). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi leher, obat-obatan, dan infeksi virus.
Kelenjar tiroid membesar merata atau menyeluruh, tidak bisa memberi respons terhadap kontrol dari TSH.
Penyakit ini biasanya turunan, wanita 5 kali lebih sering daripada pria. Diduga penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana ada antibodi yang ditemukan dalam peredaran darah, yaitu thyroid stimulating immunogliobulin (TSI antibodies), thyroid peroksidase antibodies (TPO), dan TSH receptor antibodies (TRAb). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi leher, obat-obatan, dan infeksi virus.
b.
Toxic
Nodular Goiter
Benjolan
leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa satu (single
nodule) atau banyak (multinodular).
Kata toxic artinya hipertiroid, sedangkan nodule atau biji
itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang
berlebihan.
c.
Minum
obat hormon tiroid berlebihan
Keadaan
demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan kontrol ke
dokter yang tidak teratur, sehingga pasien terus minum obat tiroid; ada pula
orang yang minum hormon tiroid dengan tujuan menurunkan berat badan hingga
timbul efek samping.
d.
Produksi
TSH yang abnormal
Tumor
pada kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga merangsang
tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak. Keadaan ini jarang didapatkan,
dan biasanya disertai dengan gangguan hormon lain yang juga diproduksi oleh
hipofisis.
e.
Tiroiditis
(radang kelenjar tiroid)
Radang
tiroid umumnya disebut Tiroiditis Subakut yang disebabkan oleh infeksi virus,
ditandai dengan demam, nyeri menelan, kelenjar tiroid membesar dan sakit bila
tersentuh; dapat diikuti dengan peningkatan hormon tiroid.
Tiroiditis juga sering terjadi pada ibu setelah
melahirkan, disebut Tiroiditis Pasca Persalinan, dimana pada fase awal timbul
keluhan hipertiroid, 2-3 bulan kemudian keluar gejala hipotiroid, yang
selanjutnya berangsur menjadi normal.
f.
Konsumsi
yodium berlebihan.
Kelenjar
tiroid memakai yodium untuk membuat hormon tiroid, bila konsumsi yodium berlebihan
bisa menimbulkan hipertiroid. Kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumnya
si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid.
3) Gejala
Hipertiroid biasanya disertai dengan berbagai keluhan dan gejala. Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak.
Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
Hipertiroid biasanya disertai dengan berbagai keluhan dan gejala. Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak.
Tergantung pada beratnya hipertiroid, maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
a.
Banyak
keringat
b. Tak tahan panas
c. Sering buang air besar, kadang diare
d. Jari tangan gemetar (tremor)
e.
Nervus,
tegang, gelisah, cemas, mudah tersinggung
f. Jantung berdebar cepat
g. Denyut nadi cepat, seringkali sampai
lebih dari 100 kali per menit
h. Berat badan turun, meskipun makan banyak
i.
Rasa
capai
j.
Otot
lemas, terutama lengan atas dan paha
k. Rambut rontok
l.
Kulit
halus dan tipis
m. Pikiran sukar berkonsentrasi
n. Haid menjadi tidak teratur
o. Kehamilan sering berakhir dengan
keguguran
p. Bola mata menonjol, dapat disertai
dengan penglihatan ganda (double vision)
q.
Denyut
nadi tidak teratur (atrial fibrillation), terutama pada usia di atas 60 tahun
4)
Pengobatan
Pengobatan hipertiroid meliputi :
a.
Mengobati
gejala hipertiroid
Biasanya diberi obat
untuk menghilangkan gejala jantung yang berdetak sangat cepat, misalnya
Propanolol atau Atenolol. Kadang
diperlukan obat penenang dan tambahan vitamin.
b.
Pemberian
obat anti tiroid
Obat yang dipakai untuk
menurunkan T3 atau T4 adalah Propylthiouracil (PTU), Carbimazole
(Neo-Mercazole), Thiamazole (Thyrozol), dan Methimazole.
Obat ini bekerja menghambat perubahan T4 menjadi T3 yang aktif. Pemakaian obat jangka panjang perlu diperiksa jumlah lekosit darah karena efek obat pada sumsum tulang.
Pengobatan sering perlu sampai lama, apabila sudah tercapai eutiroid atau normotiroid (kadar hormon sudah normal), pasien masih dianjurkan memeriksakan hormonnya secara berkala, karena sebagian bisa kambuh terutama pada penyakit Graves.
Obat ini bekerja menghambat perubahan T4 menjadi T3 yang aktif. Pemakaian obat jangka panjang perlu diperiksa jumlah lekosit darah karena efek obat pada sumsum tulang.
Pengobatan sering perlu sampai lama, apabila sudah tercapai eutiroid atau normotiroid (kadar hormon sudah normal), pasien masih dianjurkan memeriksakan hormonnya secara berkala, karena sebagian bisa kambuh terutama pada penyakit Graves.
c.
Yodium
Radioaktif
Pengobatan radiasi ini
memakai yodium 131 yang diminumkan dalam bentuk tablet atau cairan, bahan
yodium ini diserap hanya oleh sel tiroid, bahan radioaktifnya merusak sel itu,
sehingga produksi hormon yang berlebihan bisa dihentikan.
Pengobatan ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil
atau menyusui. Orang yang dengan sakit jantung berat, atau tidak tahan dengan
obat anti tiroid, dianjurkan menjalani pengobatan ini. Pasca pengobatan perlu penyesuaian selama beberapa minggu,
sebagian orang mengalami hipotiroid yang permanen sehingga perlu minum obat
hormon tiroid terus. Pengaruh radiasi jangka panjang juga perlu dipikirkan.
d.
Tindakan
bedah.
Pembedahan biasanya
mengambil sebagian kelenjar tiroid, tujuannya agar produksi hormon menjadi
normal dan tidak lagi berlebihan. Akan tetapi bila pengambilan terlalu banyak,
juga dapat timbul hipotiroid.
Komplikasi pembedahan
adalah kerusakan jaringan sekitarnya, misalnya saraf untuk pita suara, kelenjar
paratiroid yang mengatur kalsium darah. Bila terambil sebagian paratiroid
menyebabkan kalsium darah terlalu turun sehingga perlu minum pil kalsium.
Dengan adanya obat anti tiroid, tindakan bedah sudah tidak terlalu sering lagi. Pembedahan dilakukan terhadap orang yang tidak berhasil dengan obat oral, atau kelenjar yang sangat besar sehingga menekan jalan nafas dan mengganggu proses menelan.
Dengan adanya obat anti tiroid, tindakan bedah sudah tidak terlalu sering lagi. Pembedahan dilakukan terhadap orang yang tidak berhasil dengan obat oral, atau kelenjar yang sangat besar sehingga menekan jalan nafas dan mengganggu proses menelan.
b.
Hipotiroid
1)
Definisi
Hipotiroid
yaitu suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dalam memproduksi
hormone tiroid sehingga tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2)
Etiologi
Penyebab
hipotiroidisme yang paling sering adalah tiroiditis
hashimoto, yaitu gangguan kelenjar tiroid yang disebabkan oleh kelainan
system imunitas tubuh yang menyerang kelenjar tiroid pada tiroiditis hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan
hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya kelenjar tiroid
Penyebab
hipotiroidisme tersering kedua adalah akibat efek pengobatan hipertiroidisme,
baik dengan iodium radioaktif, pasca operasi pengangkata kelenjar tiroid, atau
pasca radiasi kelenjar tiroid.
Pada
kasus yang lebih jarang, penurunan kadar hormone tiroid juga dapat disebabkan
oleh kegagalan kelenjar pituitary dalam menghasilkan hormone yang menstimulasi
kelenjar tiroid. Sebab hipotiroidisme lainnya antara lain adanya kelainan
bawaan atau adanya peradangan pada kelenjar tiroid
Kekurangan
iodium jangka panjang dalam makanan, menyhebabkan trjadinya pembesaran kelenjar
tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan asupan iodium
jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di Negara
berkembang
3)
Faktor
Resiko
a. Wanita
b. Usia
lebih dari 50 tahun
c. Menderita
obesitas
d. Pasca
operasi pengangkatan kelenjar tiroid
e. Riwayat
paparan sinar x pada leher atau pasca terapi radiasi
4)
Gejala
Hipotiroidisme
dapat menyebabkan berbagai gejala yang dapat mengenai seluruh fungsi tubuh
seperti :
a. Melambatnya
fungsi tubuh
b. Ekspresi
wajah menjadi tumpul
c. Suara
menjadi serakberbicara menjadi lambaat
d. Kelopak
mata menutup
e. Mata
serta wajah menjadi bengkak
f. Rambut
menjadi tipis kasar dan kering
g. Kulit
menjadi kering, kasar dan menebal
h. Denyut
nadi bisa melambat
i.
Telapak tangan dan
telapak kaki tampak agak oranye dan alis mata bagian samping mulai rontok
j.
Pada usila menjadi
bingung, pelupa dan pikun.
5)
Pengobatan
Tujuan pengobatan hipotiroidisme adalah
dengan mengganti kekurangan hormone tiroid. Pengobatan diberikan dalam jangka
panjang, biasanya obat akan terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan
harus tetap dilanjutkan walau gejala sudah mereda. Yang banyak dipakai adalah
hormone tiroid T4 buatan. Bentuk yang lain adalah hormone tiroid yang
dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan). Pengobatan pada penderita
usia lanjut dimulai dengan hormone tiroid dosis rendah, karena dosis yang
terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Kemudian dosis obat
akan diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal.
Pengukuran hoemon tiroid harus dilakukan
secara teratur setiap tahun setelah diperoleh dosis obat yang tetap.selain itu,
setelah terapi hormone pengganti dimulai, perlu diperhatikan apakah terjadi
tanda-tanda hipertiroidisme seperti penurunan berat badan yang cepat, banyak
berkeringat dan gelisah.
B. Hiperplasia prostat
1. Definisi
Hiperplasia
prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia
fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun
secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994).
Hyperplasia prostat adalah Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius. (sumber:Rencana asuhan keperawatan
marilynn deonges).
2. Etiologi hyperplasia prostat
Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen
karena produksi testosterone menurun dan terjadi konfersi testosterone menjadi
esterogen pada jaringan adipose diperifer. Berdasarkan angka autopsy perubahan
mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Pada
lelaki usia 50 tahun, angka kejadianya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun
sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan
tanda klinis.
Beberapa
teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
a. Teori Hormonal
Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer
dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian
estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah
perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan
produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan
normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen
testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri
dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen
dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
b. Teori Growth Factor (Faktor
Pertumbuhan)
Peranan dari
growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat
empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,
transforming growth factor b1,
transforming growth factor b2, dan
epidermal growth factor.
c. Teori peningkatan lama hidup sel-sel
prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori Sel Stem (stem cell
hypothesis)
Seperti pada
organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada
dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang
mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam
jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah
sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
e. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron
yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin
menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan
testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target
cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma,
di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5
dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi
“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami
transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang
kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan
menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.(Sumber:Mcconnell Roehrborn 2007).
3. Patofisiologi BPH
Pembesaran
prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik
dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi.
Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan
semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke
dalam gagal ginjal.
Pada hiperplasia terdapat dua
komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan
komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran
kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi
gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik
meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha
adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan
kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini
tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya
obstruksi oleh komponen mekanik.(Sumber:Doenges 2000).
4. Tanda dan Gejala
Gejala
hiperplasia prostat dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala
obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena
didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi
terputus-putus.Gejalanya ialah:
a.
Harus menunggu pada permulaan miksi
(Hesistency)
b.
Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
c.
Miksi terputus (Intermittency)
d.
Menetes pada akhir miksi (Terminal
dribbling)
e.
Rasa belum puas sehabis miksi
(Sensation of incomplete bladder emptying)
5. Manifestasi klinis
Manifestasi
klinik berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga
faktor yaitu :
a.
Volume kelenjar periuretral
b.
Elastisitas leher vesika, otot polos
prostat dan kapsul prostat
c.
Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua
prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun
volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot
polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi
dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum
dirasakan.(Sumber Reksoprodjo S.1995 Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)
6. Komplikasi
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat
dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika
urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis.
Perdarahan, Inkontinesia, Batu VU, Retensi urine, Impotensi,
Epididimis, Hemoroid, hernia, prolaps rektum akibat mengedan, Infeksi saluran
kemih disebabkan kateterisasi, Hidronefrosis. (sumber: Sjamsuhidajat, 2005 ).
7.
Pencegahan
Beberapa upaya yang bisa ditempuh diantaranya mengkonsumsi makanan rendah
lemak. Selain itu ada beberapa jenis makanan yang perlu ditingkatkan untuk
mencegah datangnya penyakit prostate khususnya kanker yaitu Soy Iso Flavones,
lycopene, selenium, vitamin E, teh hijau, anti androgen dan vitamin
8. Prosedur
Diagnostik
Pemeriksaan
penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan hyperplasia adalah :
a.
Laboratorium
1)
Sedimen Urin: Untuk mencari
kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
2)
Kultur Urin : Mencari jenis kuman
yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap
beberapa antimikroba yang diujikan.
b.
Pencitraan
1)
Foto polos abdomen : Mencari
kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang
menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari
retensi urin.
2)
IVP (Intra Vena Pielografi) :
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada
buli-buli.
3)
Ultrasonografi (trans abdominal dan
trans rektal) : Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
4)
Systocopy: Untuk mengukur besar
prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan
prostat ke dalam rektum. (Sumber:Deonges 1999).
9.
Terapi dan penatalaksanaaan
Menurut R. Sjamsuhidayat (h.785) derajat berat
hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut:
Derajat
|
Colok
Dubur
|
Sisa
Volume Urine
|
I
|
Penonjolan
prostat, batas atas mudah diraba
|
< 50 ml
|
II
|
Penonjolonan
prostat jelas, batas atas dapat dicapai
|
50-100 ml
|
III
|
Batas atas
prostat tidak dapat diraba
|
>100 ml
|
IV
|
|
Retensi
urine total
|
Dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium
dari gambaran klinis
a.
Stadium I : Pada stadium ini
biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif,
misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin.
Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat
ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b.
Stadium II : Pada stadium II
merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi
endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c.
Stadium III : Pada stadium II
reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup
besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.
d.
Stadium IV : Pada stadium IV yang
harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan
memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada
penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat
dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH. (Sumber : Sjamsuhidjat 2005)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit kekurangan hormone dapat
berdampak serius apabila tidak ditangani dengan segera dan serius, seperti
halnya osteophorosis, apabila terlambat penanganan maka akan terjadi
pengeroposan bahkan kelumpuhan. Pada lansia lelaki banyak terjadi hyperplasia
prostat yaitu pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia
fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun
secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994). Yang
dalam jangka panjang dapat menyebaban gagal ginjal apabila tidak ditangani
dengan segera.
B.
Saran
Mengingat
betapa pentingnya kesehatan bagi lansia, maka disaranankan bagi para lansia
untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur, menjaga kesehatannya dengan
cara olah raga dan makanan sehat.
DAFTAR
PUSTAKA
R., Syamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Notoatmodjo, Soekijo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.
Rineka Cipta: Jakarta
Cahya Ary. 2009. The Natural Women`s Guide to Hormone Replacement
Therapy. Jogjakarta
Tandra Hans. 2009. OSTEOPOROSIS. Gramedia Pustaka Umum.: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar