Senin, 03 Februari 2014

MASALAH SOSIAL PADA LANSIA DAN PSIKOGERIATRI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Psikogeriatri atau psikiatri geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan pencegahan,diagnosisi,dan terapi gangguan fisik dan psikologik atau psikiatrik pada lanjut usia .Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatri,analog dengan psikiatri anak.Diagnosisi dan terapi gangguan mental pada lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus,karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis,patogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis dewasa muda dan lanjut usia.Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan,antara lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta,pemakaian banyak obat (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut (lihat tulisan mengenai demografi di bagian lain buku ini),perlu mulai dipertimbangkan adanya pelayanan psikogeriatri di rumah sakit yang cukup besar .Bangsal akut,kronis dan day hospital,merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah,merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai difikirkan.Tentang bagaimana kerjasama antara bidang psikogeriatri dan geriatri dapat dilihat pada bab mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
B.     TUJUAN
a.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum pengertian dan penanganan dari Psikogeriatri pada lansia.
b.      Tujuan Khusus
§  Unutk mengetahui apa yg di maksud dengan psikogriatri pada lansia
§  Untuk mengetahui bahaya dari psikogriatri pada lansia
§  Untuk mengetahui cara penanganan psikogriatri pada lansia

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Psikogeriatri Adalah sebuah model somatopsychic dipahami secara luas dan psikosomatic patologi. Sebagai contoh , stroke mungkin endapan depresi. Isolasi sosial dapat berdampak berkontribusi gizi atau kecanduan alcohol, sehingga berdampak pada kondisi mental. Demensia dapat menyebabkan perawatan gigi yang buruk dan masalah gigi yang signifikan. Psikogeriatri mencangkup pencegahan, diagnosis, perawatan dan rehabilitasi. Koordinasi pengobatan dan rehabilitasi terlalu sering diabaikan. Namun langkah-langkah rehabilitatif merupakan bagian integral dari psikogeriatri.

Psikogeriatri menekankan multidisipliner dan interdisipliner dan terutama tidak hanya dalam pelayanan tetapi juga dalam pendidikan dan penelitian. Interdisipliner intedigitates keterampilan dan usaha professional diberbagai bidang untuk membangun sebuah usaha sinergis dimana total lebih daripada jumlah bagian-bagiannya.

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
B.     Ada 4 ciri yang dpt dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a.       Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b.      Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative
c.       Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
ü  Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)
ü  Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
d.      Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa  lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb.
Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
C.    Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia.
Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
a.      Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.


b.      Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
§  Gangguan jantung
§  Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
§  Vaginitis
§  Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
§  Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
§  Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
·         Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
·         Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
·         Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
·         Pasangan hidup telah meninggal.
·         Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

c.       Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
1.      Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2.      Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3.      Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4.      Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5.      Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
d.      Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
e.       Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat 
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.

D.    Pemeriksaan Psikiatrik pada usia lanjut
Penggalian riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pada penderita usi lanjut harus mengikuti format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa muda .Karena tingginya prevalensi gangguan kognitif pada usi lanjut,dokter/calon dokter harus menentukan apakah penderita mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan .Jika penderita mengalami gangguan kognitif,riwayat pra-morbid dan riwayat sakit harus didapatkan dari anggota keluarga atau mereka yang merawatnya.Namun,penderita juga tetap harus diperiksa tersendiri(walaupun terlihat adanya gangguan yang jelas)untuk mempertahankan privasi hubungan dokter dan penderita dan untuk menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid dari penderita yang mungkin tidak diungkapkan dengan kehadiran sanak saudara  atau seorang perawat.
1.      Riwayat psikiatrik
Bisa didapatkan dari alo- atau oto- amamnesis. Riwayat psikiatrik lengkap termasuk identifikasi awal (nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita), riwayat pribadi dan riwayat keluarga, pemakaian obat yang sedang atau pernah digunakan.

Penderita yang berusia 65 keatas sering memiliki keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak dapat mengingat kembali nama orang atau keliru meletakkan benda. Gangguan daya ingat yang berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan kecemasan pada saat dilakukan pemeriksaan. Riwayat medis harus meliputi semua penyakit berat, kehilangan kesadaran, nyeri kepala, masalah pendengaran dan penglihatan , serta riwayat penggunaan alkohol.

Riwayat kanak-kanak, remaja, dan dewasa penderita dapat memberikan informasi tentang kepribadian pramorbidnya dan memberikan petunjuk penting tentang strategi cara dan mekanisme pertahanan jiwa yang mungkin digunakan oleh penderita usia lanjut tersebut dalam keadaan stress. Dan juga perlu dicari riwayat ketidakmampuan belajar atau adanya disfungsi serebral.

Riwayat kanak – kanak , remaja dan dewasa dari penderita dapat memberikan informasi tentang kepribadian pramorbidnya dan memberikan petunjuk penting tentang strategi cara dan mekanisme pertahanan jiwa yang mungkin digunakan oleh penderita usia lanjut tersebut dalam keadaan stress. Riwayat ketidak mampuan belajar atau adanya disfungsi sereblar minimal perlu dicari karena mempunyai arti yang bermakna.

Hubungan dengan teman-teman , olahraga , hobi , aktivitas khusus dan pekerjaan juga perlu ditanyakan secara rinci. Riwayat pekerja harus termasuk perasaan penderita tentang pekerjaannya, hubungan dengan teman sekerja, masalah dengan atasan, riwayat ganti-ganti pekerjaan dan sikap terhadap pensiun. Kepada penderita juga harus ditanyakan tentang rencana masa depan. Apa harapan dan kecemasan/katakutan penderita. (Gunandi, 1984).

Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan adaptasi terhadap ketuaan mereka. Jika mungkin informasi tentang kamatian orang tua, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga. Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai. Siapa yang merawat penderita, apakah penderita mempunyai anak. Bagaimana karakteristik hubungan orangtua-anak. Riwayat sosial ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam mengelolah penyakit penderita dan membuat anjuran terapi yang realistik (Gunandi , 1982).

Riwayat perkawinan, termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik hubungan. Jika penderita adalah janda atau duda, harus digali bagaimana rasa duka citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasangannya. Jika kehilangan pasangan hidup terjadi dalam satu tahun terakhir, penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau psikologik yang merugikan.
Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas seksual, orientasi libido, masturbasi, hubungan gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual.

2.      Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir (proses pikir), merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadan umum penderita adalah termasuk penampilan, aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara.
Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk, gerakan jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh perlu dicatat. Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam berbicara dan gerakannya. Wajah seperti topeng terdapat pada penderita penyakit Parkinson Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata dan menangis ditemukan dalam gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa. Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan pendengaran, misalnya selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat (Gunandi, 1984).

Sikap penderita pada pemeriksa untuk berkerjasama, curiga, bertahan dan tak berterimakasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan, adanya reaksi transferensi. Penderita lanjut usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua, tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia.  

Penilaian fungsi, Penderita lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Aktifitas tersebut adalah termasuk ke toilet, menyiapkan makanan , barpakaian, berdandan dan makan. Derajat kemampuan fungsional dalam perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya.

Mood, perasaan dan afek, Di Negara lain, bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian pada golongan usia lanjut. Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada penderita lanjut usia sangat penting. Perasaan kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi . Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut usia yang ingin bunuh diri. Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk bunuh diri ( Gunandi, 1984). Pemeriksa harus secara spesifik menanyakan tentang adanya pikiran bunuh diri, apakah penderita merasa kehidupannya tidak berharga lagi, apakah ia merasa lebih baik mati atau jika mati tidak membebani orang lain.

Gangguan persepsi, Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi. Adanya kebingungan menyatakan suatu kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan diagnosa pasti.
Fungsi visuospasial, Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia.meminta penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu.

Proses berfikir, Gangguan pada progresi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata, sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi. Hilangnya kemampuan untuk mengerti pikiran abstrak mungkin tanda awal dementia. Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic, komplusi atau waham. Gagasan tentang bunuh diri dan pembunuhan harus dicari.

Sensorium dan kognisi, Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognisi memperasalahkan informasi dan intelektual.

Kesadaran, Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran, adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan somnolen atau strupor.

Orientasi, Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan kognisi.gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan, gangguan konversi, dan gangguan kepribadian terutama selama episode fisik atau lingkungan yang tidak mendukung. Pemeriksa harus menguji orientasi tempat dengan meminta penderita menggambarkan lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang diniai dengan dua cara : apakah penderita mengenal namanya sendiri serta dokter dan perawat. Orientasi waktu diuji dengan menanyakan tanggal, hari, bulan dan tahun.

Daya ingat, Dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes diberikan dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk mengulangi maju dan mundur. Penderita yang tak terganggu daya ingatnya dapat mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan menanyakan tempat tanggal lahir, nama dan hari ulang tahun anak penderita. Daya ingat jangka pendek diperiksa dengan menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara. Atau dengan memberikan cerita singkat pada penderita dan penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi secara tepat/persis.

Fungsi intelektual, konsentrasi, informasi dan kecerdasan. Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya sampai dicapai angka 2. Pemeriksa mencatat respon sebagai dasar untuk pengujian selanjutnya. Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan. Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemeriksa harus memperhitungkan tingkat pendidikan penderita dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.

Membaca dan menulis, Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis dan menentukan apakah penderita mempunyai deficit bicara khusus. Pemeriksa dapat meminta penderita membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis kalimat sederhana untuk menguji gangguan membaca atau menulis pada penderita. Apakah menulis dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat.

Pertimbangan, Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan pertimbangan, apa yang akan dilakukan oleh penderita, misal apakah penderita mampu membedakan antara orang kerdil dengan seorang anak?.

E.     Beberapa Masalah di bidang Psikogeriatri
1.      Kesepian (loneliness)
Biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran. Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti, karena bisa bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran sosial penderita, di samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila menang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.
2.      Duka cita (bereavement)
Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi seseorang penderita lanjut usia.
Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat bisa mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang akan memicu gangguan fisik dan kesehatannya. Periode 2 tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup merupakan periode yang rawan. Periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat mengekspresikan duka citanya tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu episode depresi. Depresi akibat duka cita pada lansia biasanya tidak bersifat self limiting.
Petugas kesehatan harus member kesempatan pada episode tersebut berlalu 
Diperlukan pendamping yang dengan penuh empati mendengarkan keluhan,memberikan hiburan dimana perlu atau tidak membiarkan tiap episode berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti depresan.
3.       Depresi
Secara epidemologik, di negara barat depresi dikatakan terdapat 15-20% populasi usia lanjut di masyarakat. Insidensi bahkan lebih tinggi pada lansia yang ada di institusi. Di Asia angkanya jauh lebih rendah. Keadaan ini diduga karena terdapat faktor sosio-kultural-religi yang berpengaruh positif. Hadi martoyo hanya mendapatkan angka 2,3% dari penderita lansia yang dirawat di bangsal geriatric akut yang menderita depresi. Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapi biasanya bersifat multifaktorial. Pada usia lanjut, dimana stres lingkungan sering menyebabkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun, akibat depresi pada usia lanjut seringkali tidak sebaik pada usia muda.

Diagnosis:
Anamnesis merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis depresi dan harus diarahkan pada pencarian terjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu, dan terdapatnya 5 atau lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada definisi depresi diatas. Aloanamnesis dengan keluarga atau informan lain bisa sangat membantu. Gejala depresi pada usia lanjut seiring hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktivitas sosial, gangguan memori, perhatikan serta memburuknya kognitif secara nyata. Tanda disfori atau sedih yang jelas seringkali tidak terdapat. Seringkali sukar untuk mengorek adanya penurunan perhatian dari hal-hal yang sebelumnya disukai, penurunan nafsu makan, aktivitas atau sukar tidur.

F.     Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-hal :
a)      Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan.
b)      Golongan lanjut usia seringkali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan bahwa dia lebih aktif.
c)      Kecemasan, obsesionalitas, hysteria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi justru sering menutupi depresinya. Penderita dengan hipokondria, misalnya justru sering dimasukkan ke bangsal penyakit dalam atau bedah (misalnya karena diperlukan penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya).
d)     Masalah sosial yang juga diderita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.

G.    Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik,pencegahan dan farmakologik.
 Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita menunjukkan gejala:
o   Masalah diagnostic yang serius
o   Risiko bunuh diri tinggi
o   Pengabaian diri (self neglect) yang serius
o   Agitasi, delusi atau halusinasi berat
o   Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan
o   Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain
Di antara obat-obatan depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan gejala yang diderita.
Untuk penderita yang secara fisik aktif, sebaiknya tidak diberikan obat yang memberikan efek sedative, sebaliknya penderita yang agiatif golongan obat tersebut mungkin diperlukan. Walaupun obat golongan litium mungkin
bisa memberikan efek, terutama penderita dengan depresan manik, obat ini sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat harus di berikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.

Gangguan cemas
Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan, yaitu fobia, gangguan panic, gangguan cemas umum,gangguan stress pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif. Puncak insidensi antara usia 20-40 tahun,dan prevelansi pada lansia lebih kecil dibandingan pada dewasa muda. Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan kelanjutan dari dewasa muda. Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan /sekunder akibat depresi, penyakit medis, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak  dari suatu obat.

H.    Psikosis pada usia lanjut
Berebagai bentuk psikosis bisa terdapat pada usia lanjut, baik sebagai kelanjutan keadaan dewasa muda atau yang timbul pada usia lanjut pada dasarnya jenis dan penatalaksanaannya hamper tidak berbeda dengan  yang terdapat pada populasi dewasa muda. Walaupun beberapa jenis khusus akan disinggung sedikit berikut.
§  Parafrenia, adalah suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat pada usia lanjut yang ditandai dengan waham (biasanya waham curiga dan menuduh), sering penderita merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada individu yang terisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial. Apabila waham tersebut menimbulkan keributan antar tetangga atau bahkan skandal, pemberian terapi dengan derivate fenotiasin sering bisa menenangkan.
§  Sindroma Diogenes, adalah suatu keadaan dimana seorang lanjut usia menunjukkan penampakan perilaku yang sangat terganggu. Rumah atau kamar yang sangat kotor, bercak dan bau urin dan feses dimana-mana. Tikus Tikus berkeliaran, penderita menumpuknya barang-barangdengan tidak teratur. Individu lanjut usia yang menderita keadaan ini biasanyamempunyai IQ yang tinggi, 50% kasus intelektualnya normal. Mereka biasanya menolak untuk dimasukkan ke institusi. Upaya untuk mengadakan pengaturan/pembersihan rumah /kamar, biasanya akan gagal karena setelah beberapa waktu hal tersebut akan terulang kembali.
  
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

pelayanan geriatri di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatrik harus sudah merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan, dalam hal ini pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assessment geriatri, antara lain mengenai pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock’s Pocket Handbook of clinical psychiatry. Edisi ke-4. Lippincott Williams & wilkins, Philadelphia,359-369,1998.
2.      Alwahdy R. Psikologi pada lansia. 2010. [cited 2010 Mar 13]: Available from: URL: http://www.health clinic.com.html
3.      Kaplan HI,Sadock BJ and Greb.Sinopsis Psikiatri vol 1/7.Bina Rupa Aksara,Jakarta,867-881,1997.
4.      Kaplan HI,Sadock BJ and Greb.Sinopsis Psikiatri vol 1/7.Bina Rupa Aksara,Jakarta,99-121,1997
5.      Anonim. Psikogeriatri. 2009. [cited 2010 mar 13]: [1-2]. Available from: URL: http://www.medicastore.com.html
6.      Direktorat kesehatan jiwa.1982. Pedoman Pengelolaan Jiwa dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Jakarta:Dep Kes RI.
7.      Gunadi H.1984.Problematik Usia Lanjut Ditinjau Dari Sudut Kesehatan Jiwa.Jakarta: Jiwa XVII(4):89-97.
8.      Pranaka.2010.Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke 4.Jakarta:Balai Penerbit Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia
9.      Roger Watson.2003.Perawatan pada Lansia.Jakarta:EGC.
10.  Wahit Iqbal Mubarak,dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalamPraktek dengan Pendekatan Askep Komunitas, Gerontik dan Keluarga.Jakarta:Sagung Seto.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar