BABI
PENDAHULUAN
A. Definisi Gangguan Kognitif
Kognitif adalah kemampuan berfikir dan
memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Stuart & Sundeen,1987).
Gangguan kognitif merupakan respon maladaptive yang ditandai oleh daya
ingat terganggu, disonentasi, inkoheren dan sukar bepikir logis. Gangguan
kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk
berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak.
a. Etiologi
1.
Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf
pusat (SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman
nutrisi mengakibatkan gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah
penyakit infeksi sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck,
Rawlins dan Williams, 1984, hal 871). Banyak faktor lain yang menurut beberapa
ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin,
malnutrisi, gangguan jiwa fungsional.
2.
Faktor Presipitasi
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat
berupa anemia Hipoksia, Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik
Hipoksia. Semua Keadaan ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang.
Gangguan metabolisme sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme,
hipoglikemia. Racun, virus dan virus menyerang otak mengakibatkan gangguan
fungsi otak, misalnya sifilis. Perubahan struktur otak akibat trauma atau tumor
juga mengubah fungsi otak. Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat
mengganggu fungsi kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang
konstan merangsang dapat mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi, namun
belum ada penelitian yang tepat.
b. Akibat
gangguan kognitif
1.
Menurun kemampuan konsentrasi terhadap stimulus
(misalnya, pertanyaan harus diulang).
2.
Proses pikir yang tidak tertata, misalnya tidak
relevan atau inkoheren.
3.
Minimal 2 dari yang berikut :
·
Menurunkan tingkat kesadaran
·
Gangguan persepsi, Ilusi, halusinasi.
·
Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau
ngatuk pada siang hari.
·
Meningkat atau Menurun aktivitas psikomotor.
·
Disorientasi, tempat, waktu, orang.
·
Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru,
misalnya nama beberapa benda setelah lima menit.
B. Pengkajian
1.
Faktor Predisposisi
Penyebab : - Gangguan fungsi susunan
saraf pusat
- Gangguan pengiriman nutrisi
- Gangguan peredaran darah
a. Penuaan
• Kumulatif
degeneratif jaringan otak = penuaan
• Racun dalam
jaringan otak
• Kimia
toksik/logam berat = Respon kognitif maladaptif
b. Neurobiologi
• Penyakit
Alzheimer’s
• Gangguan
metabolik : Penyakit lever kronik, GGK, Devisit
vitamin, Malnutrisi
• Anorexia
nervosa
• Bulimia
nervosa
c. Genetik :
Penyakit otak
degeneratif herediter ( Huntington’s Chorea)
2. Stressor
Presipitasi
a. Hipoksia : Anemia
hipoksik, Histotoksik
hipoksia, Hipoksemia
hipopoksik, Iskemia
hipoksik = Suplai darah ke otak menurun/berkurang
b. Gangguan
metabolisme
Malfungsi
endokrin : Underproduct / Overproduct Hormon
-
Hipotiroidisme
-
Hipertiroidisme
-
Hipoglikemia
c. Racun, Infeksi: Gagal ginjal, Syphilis, Aids Dement
Comp
d. Perubahan
Struktur: Tumor, Trauma
e. Stimulasi
Sensori: Stimulasi
sensori berkurang, Stimulasi
berlebih
Lingkungan
yang stimulusai berkurang / atau lebih = halusinasi
Penerangan
dan aktifitas di ICU yang konstan = bingung, delusi, halusinasi.
3. Perilaku
Delirum: Suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan: Gangguan
perhatian, memori, pikiran dan orientasi.
Demensia: Suatu keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan
hilangnya kemampuan intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir abstrak.
Insomnia: Insomnia/sulit tidur adalah masalah yang lazim dialami lansia;
sleep-maintenance insomnia adalah kondisi terkait umur dan membuat penderitanya
lemah (Bootzin, Engle-Friedman, dan Hazelwood).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Delirium, Demensia Dan Insomnia
Pada gangguan kognitif, diagnosa
medis yang sering dihadapi adalah :
1. Delirium
2. Demensia
3. Insomnia
1. DELIRIUM
Pengertan Delirium
Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya perubahan
kognitif akut (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) dan gangguaan
pada sistem kesadaran manusia. Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu
sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri atas berbagai macam pasangan
gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium didefinisikan sebagai disfungsi
cerebral yang reversible akut dan
bermanifestasi klinis pada abnormalitas neuropsikiatri. Delirium, sering salah
diintrepretasikan dengan demensia, depresi, mania, schizophrenia akut, atau
akibat usia tua, hal ini dapat terjadi karena gejala dan tanda dari delirium
juga muncul pada demensia, depresi, mania, psikosis dll. Kata “delirium”
berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah
dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan
sebagai delirium tremens,kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy
Wernicke.
Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau ditandai dengan Kesadaran,
berkabut yang dimanifestasikan oleh lama konsentrasi yang rendah, persepsi yang
salah, gangguan piker (Stuart dan Sundeen, 1987).
Terdapat 3
tipe delirium, yaitu:
1. Delirium
hiperaktif: didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain;
alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide atau LSD.
2. Delirium
hipoaktif: didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan
hipercapnia.
3. Delirium
campuran: pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tapi
pada malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik.
Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic
encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu
gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari multipel
neurotransmiter.
Berikut
faktor-faktor penyebab Delirium:
a. Asetilkolin
Data studi
mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter
yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori
ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan
bingung,pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul
gejala ini. Pada pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga
meningkat.
b. Dopamine
Pada otak, hubungan
muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada delirium muncul
aktivitas berlebih dari dopaminergik, pengobatan
simptomatis muncul pada pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan
obat penghambat dopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ;
terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati hepatikum. GABA
(Gamma-Aminobutyricacid); pada pasien dengan hepatic encephalopati, peningkatan
inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien
hepatic encephalopati, yang
menyebabkan peningkatan pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam
amino ini merupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf
pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan
alkohol.
d.Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi
terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan
interleukin-6, dapat menyebabkan delirium.
Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik,bahan pirogen
endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia,
yang sering dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon otak yang
dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
e. Mekanisme reaksi stress
Stress
psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.
f. Mekanisme struktural
Pada
pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa jalur
anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi yang
lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari
bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation
retikularis mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat
pada delirium. Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan
delirium,mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel peradangan
(sitokin) untuk menembus otak.
Kriteria diagnostik untuk delirium :
1. Gangguan
kesadaran. Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar, dengan penurunan kemampuan untuk
fokus,mempertahankan atau mengganti perhatian.
2. Perubahan kognitif
( defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa )
3.
Gangguan
perkembangan dalam periode waktu yang singkat. Bukti dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan bahwa
gangguan disebabkan oleh konsekuensi fisiologik langsung atau akibat kondisi
medis yang umum.
Pengobatan terutama pada pasien delirium adalah untuk mengkoreksi kondisi
medis yang menyebabkan gangguan-gangguan utama. Langkah pertama pada tata
laksana pasien dengan delirium adalah melakukan pemeriksaan yang hati hati
terhadap riwayat penderita,pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium.
Informasi dari pasien tentang riwayat pasien terdahulu maupun status penderita
sekarang sangat membantu para praktisi medis untuk melakukan tata laksana yang
baik untuk mengobati delirium.
II. DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia merupakan istilah digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional
yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Demensia bukan berupa
penyakit dan bukanlah sindrom.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya
sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang
usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan
yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak
bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek)
dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak
mempengaruhi fungsi.
Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum
berarti indikasi terjadinya demensia. Orang-orang yang menderita demensia
sering tidak dapat berpikir dengan baik dan berakibat tidak dapat beraktivitas
dengan baik. Oleh sebab itu mereka lambat laun kehilangan kemampuan untuk
menyelesaikan permasalahan dan perlahan menjadi emosional, sering hal tersebut
menjadi tidak terkendali.
2. Faktor Penyebab Demensia
Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti stroke, Alzheimer,
penyakit Creutzfeldt-Jakob, Penyakit Pick, Huntington, Parkinson, AIDS, dan
lain-lain. Demesia juga dapat diinduksi oleh defisiensi niasin. Hidrosefalus
ini menyebabkan demensia yang tidak biasa, dimana tidak hanya menyebabkan
hilangnya fungsi mental tetapi juga terjadi inkontinensia air kemih dan
kelainan berjalan. Orang yang menderita cedera kepala berulang (misalnya
petinju) seringkali mengalami demensia pugilistika (ensefalopati traumatik
progresif kronik); beberapa diantaranya juga menderita hidrosefalus.
Usia lanjut
yang menderita depresi juga mengalami pseudodemensia. Mereka jarang makan
dan tidur serta sering mengeluh tentang ingatannya yang berkurang; sedangkan
pada demensia sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan mereka.
3. Gejala Demensia
a. Demensia
biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan
ini pada mulanya tidak disadari.
-
Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk
mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda.
-
Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan
menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam
pemakaian angka).
-
Sering terjadi perubahan kepribadian.
b. Demensia karena penyakit Alzheimer
biasanya dimulai secara samar.
-
Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang
baru saja terjadi; tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan,
kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya.
-
Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara;
penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata
yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.
-
Ketidak mampuan
mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan.
-
Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi
sosialnya.
c. Demensia
karena stroke kecil memiliki perjalanan penyakit dengan pola seperti menuruni
tangga.
-
Gejalanya memburuk secara tiba-tiba, kemudian agak
membaik dan selanjutnya akan memburuk kembali ketika stroke yang berikutnya
terjadi.
-
Mengendalikan tekanan darah tinggi dan kencing manis
kadang dapat mencegah stroke berikutnya dan kadang terjadi penyembuhan ringan.
-
Beberapa penderita bisa menyembunyikan kekurangan
mereka dengan baik.
-
Mereka menghindari aktivitas yang rumit (misalnya
membaca atau bekerja).
-
Penderita yang tidak berhasil merubah hidupnya bisa
mengalami frustasi karena ketidakmampuannya melakukan tugas sehari-hari.
-
Penderita lupa untuk melakukan tugasnya yang penting
atau salah dalam melakukan tugasnya.
4. Diagnosa
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala
serta adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis).
Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI
dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke.
Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi
secara bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis
penyakit Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang
menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut
dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis
protein abnormal).
Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah
pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang
merupakan pemerisaan skening otak khusus.
5. Pengobatan
-
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
-
Obat takrin
membantu penderita dengan penyakit Alzheimer, tetapi menyebabkan efek samping
yang serius. Takrin telah digantikan oleh donepezil, yang menyebabkan lebih
sedikit efek samping dan memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer selama 1
tahun atau lebih.
-
Ibuprofen juga bisa memperlambat perjalanan penyakit
ini. Obat ini paling baik jika diberikan pada stadium dini.
-
Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat
diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan
stroke. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat
anti-depresi. Jika didiagnosis secara dini, maka demensia karena hidrosefalus
bertekanan normal kadang dapat diatasi dengan membuang cairan yang berlebihan
di dalam otak melalui selang drainase (shunting).
-
Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang
meledak-ledak, yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering
digunakanobat anti-psikosa (misalnya tioridazin dan haloperidol). Tetapi obat
ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik
efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoia.
6. Membantu penderita demensia dan
keluarganya:
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki
orientasi.
-
Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada
pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
-
Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas
lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
-
Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu,
bahkan akan memperburuk keadaan.
-
Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan
sosial dan perawatan, akan sangat membantu.
III.
INSOMNIA
Pengertian
Insomnia/sulit tidur adalah masalah yang lazim dialami lansia;
sleep-maintenance insomnia adalah kondisi terkait umur dan membuat penderitanya
lemah (Bootzin, Engle-Friedman, dan Hazelwood). Dalam sleep education, terapis
mengajari klien tentang perubahan-perubahan tidur terkait umur; efek kafein,
nikotin, alkohol, bantuan tidur olah raga, dan nutrisi; dan efek minimal dari
deprivasi/kekurangan tidur bagi kebanyakan orang. Kebanyakan orang bisa
kehilangan waktu tidur tanpa mengakibatkan masalah kesehatan.
Bagi
sebagian klien, komponen terapi kognitif yang diadaptasi untuk imsomnia juga
dapat ditambahkan. Ini membantu klien dalam:
1.
Mengidentifikasi pikiran-pikiran atau kekhawatiran-kekhawatiran
disfungsionalnya.
2. Menantang
keyakinan dan sikap maladaptifnya tentang tidur dan dampak kehilangan jam tidur
pada fungsinya disiang hari.
3. Mengganti
pikiran-pikiran itu dengan alternative-alternatif yang lebih realistis
B. Perbedaan
Delirium dan Demensia
Gambaran
|
Delirium
|
Demensia
|
Riwayat
|
Penyakit
akut
|
Penyakit
kronik
|
Awal
|
Cepat
|
Lambat
laun
|
Sebab
|
Terdapat
penyakit lain (infeksi, dehidrasi)
|
Biasanya
penyakit otak kronik (alzaimer, demensia faskuler)
|
Lamanya
|
Berhari-hari/
berminggu-minggu
|
Berbulan-bulan/
tahun
|
Perjalanan sakit
|
Naik turun
|
Kronik
progresif
|
Taraf kesadaran
|
Naik turun
|
Normal
|
Orientasi
|
Terganggu,
periodic
|
Intak pada
awalnya
|
Efek
|
Cemas dan
iritabel
|
Labil tapi
tak cemas
|
Alam fikiran
|
Sering
terganggu
|
Turun
jumlahnya
|
Bahasa
|
Lamban,
inkoheren, inadekuat
|
Sulit
menemukan istilah kata
|
Daya ingat
|
Jangka
pendek terganggu nyata
|
Jangka
pendek dan panjang terganggu
|
Persepsi
|
Halusinasi
(fisual)
|
Halusinasi
jarang kecuali sundowning
|
Psikomotor
|
Retardasi,
agitasi, campuran)
|
Normal
|
Tidur
|
Terganggu
siklusnya
|
Sedikit
terganggu siklus tidurnya
|
Atensi
& kesadaran
|
Amat
terganggu
|
Sedikit
terganggu
|
Refersibilitas
|
Sering
reversible
|
Umumnya
tak reversible
|
Penanganan
|
segera
|
Perlu tapi
tak segera
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan kognitif pada pasien yang
mengalami gangguan jiwa, erat hubungannnya dengan gangguan mental organik. Hal
ini terlihat dari gambaran secara umum perilaku/ gejala yang timbul akan
dipengaruhi pada bagian otak yang mengalami gangguan.
Dari intervensi yang dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien, hal utama yang dilakukan adalah: selalu menerapkan
tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan secara individu dan kelompok juga
keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk mencapai
kesembuhan pasien. Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif
sangat penting diketahui apa penyebab terjadinya . Sehinngga intervensi yang
diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien
diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan terhindar
dari kecelakaan yang membahayakan keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan
Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis: Mosby year book
Ø Towsend, M.C (1993). Psychiatric
Mental Health Nursing: Concept of Care, Philadelphia, 2nd, Davis Company.
Ø Wilson, H.S, and Kneils, C.R .
(1992). Psychiatric Nursing . California : Addison Wesley Nursing.
Ø Stuart, Gail Wiscarz. Sundeen. J. Sandra. 1995. Keperawatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar