BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Andropause memang
kurang dikenal jika dibandingkan dengan menopause. Informasi mengenai
andropause juga lebih sedikit jika dibandingkan dengan menopause, tetapi kini
kesadaran dan pengertian mengenai andropause semakin meningkat di dalam
masyarakat (Pangkahila, 2006). Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan saat ini, semakin meningkat pula angka harapan hidup, imbasnya
penduduk lanjut usia meningkat pula jumlahnya (Setiawan, 2006). Prevalensi andropause
dapat di duga berdasarkan proyeksi jumlah penduduk (Pangkahila, 2007). Jumlah
pria yang mengalami andropause di Indonesia belum ada data resmi. Di Amerika
data menyebutkan bahwa sindroma andropause dialami oleh sekitar 15% pria usia
40-60 tahun, tetapi hanya sekitar 5% yang mendapat pengobatan (Pangkahila,
2007). Sebagian pria bahkan telah mengalami sindroma andropause sejak usia tiga
puluhan, tetapi dengan jumlah yang relatif kecil yaitu kurang lebih 5%
(Oppenhein dalam Wibowo, 2002). Jika dilakukan deduksi berdasarkan kenyataan
dan fakta bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya andropause lebih banyak
ditemui di Indonesia, antara lain: polusi lingkungan kerja, beban lingkungan
kerja, dan gaya hidup, maka sangatlah mungkin andropause lebih banyak diderita
oleh pria di Indonesia dibandingkan negara barat (Wibowo, 2002).
Beberapa penelitian
pendahulu menyebutkan angka kejadian andropause di beberapa daerah. Penelitian
yang dilaporkan Taher (2005) menyebutkan bahwa 70,94% responden di Jakarta
mengalami andropause. Gunadarma (2005) juga melaporkan bahwa sebanyak 51,67%
pria usia diatas 30 tahun di Kota Surakarta telah mengalami andropause. Pada
pria usia lanjut, andropause terjadi karena penurunan kadar testosteron, dimana
penurunan hormon testosteron terjadi secara perlahan-lahan (Anita dan Moeloek,
2002). Testosteron pada pria diproduksi sejak masa pubertas dan stabil hingga
usia sekitar 40 tahun, tetapi sejak usia itu produksi testosteron secara
berangsur turun dengan kisaran 0,8-1,6% setiap tahun (Tobing, 2006; Muller et
al., 2003). Pangkahila (2007) menambahkan pada tahap usia transisi (35-45
tahun) dimana testosteron turun sampai 25%, gejala andropause mulai muncul
dengan nyata. Namun trend yang terjadi, usia penurunan produksi
testostron ini mengalami percepatan oleh karena adanya faktor eksternal seperti
polusi yang berlebih, obesitas, diabetes, serta konsumsi alkohol (Muller et
al., 2003). Perubahan yang terjadi pada andropause tidak hanya pada aspek
fisik, tetapi juga aspek psikis (Pangkahila, 2006). Salah satu yang paling
dikhawatirkan adalah menurunnya kemampuan seksual, terutama berkurangnya
ereksi, menurunnya libido, dan orgasme yang terlambat. Faktor seperti
ketidakpuasan seksual dan frekuensi hubungan terkait dengan ketidakbahagiaan
bagi pasangan suami istri dalam perkawinan. Ketidakbahagiaan dalam perkawinan
ini adalah stresor yang berat bila tidak dikomunikasikan dengan pasangan dan
tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Kekhawatiran tentang perubahan yang
terjadi biasanya mulai timbul ketika pria memasuki usia paruh baya, terlebih
jika tidak mendapat pengetahuan yang tepat. (Wibowo, 2002; Maramis, 2005;
Tobing, 2006; Marokoff dalam Yuliadi, 2010).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Istilah andropause berasal dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti
pria dan pause yang artinya penghentian. Jadi, andropause dapat diartikan
sebagai berhentinya proses fisiologis pada pria. Andropause
adalah kondisi pria diatas usia tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala
tanda dan keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita. Andropause
merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia di mana terjadi penurunan
kemampuan fisik, seksual dan psikologi. Sindrom Andropause merupakan sindrom
penurunan kemampuan fisik, seksual, dan psikologi yang dihubungkan dengan
berkurangnya hormon testosteron dalam darah, andropause terjadi pada pria
diatas usia tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda dan keluhan yang
mirip dengan menopause pada wanita. Berbeda dengan wanita yang mengalami
menopause, dimana produksi ovum, produksi hormon estrogen dan siklus haid yang
akan berhenti.
Pada pria penurunan produksi spermatozoa, hormon testosteron dan
hormon-hormon lainnya terjadi secara perlahan dan bertahap. Walaupun istilah
andropause secara biologik salah, tetapi istilah ini sudah populer sehingga
sering digunakan. Pada wanita menopause, produksi ovum, produksi hormon
estrogen, dan siklus haid akan berhenti dengan cara relatif mendadak. Namun
pada pria di atas umur tengah baya, penurunan produksi spermatozoa, hormon
testosteron, dan hormon-hormon lainnya sedemikian perlahan.
Perubahan hormon yang terjadi pada pria usia lanjut tersebut sangat
bervariasi dari satu individu ke individu yang lain dan biasanya tidak sampai
menyebabkan hipogonadisme yang berat. Andropause pada umumnya terjadi pada usia
sekitar 40-60 tahun, tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selama
proses penuaan normal pada pria, terdapat penurunan 3 sistem hormonal, yaitu
hormon testosteron dehydroephyandrosteron (DEA)/DHEA 2 sulfat
(DHEAS), serta Insulin Growth Factor (IGF) dan Growth Hormon (GH). Oleh karena
itu, banyak pakar yang menyebut andropause dengan sebutan lain seperti:
1) Klimakterium
pada pria
2) Viropause
3) Androgen
Deficiency in Ageing Men(ADAM)
4) Partial
Androgen Deficiency in Ageing Men(PADAM)
5) Partial
Testosterone Deficiency in Ageing Men(PTDAM)
6) Andrenpause
(Defisiensi DHEA/DHEAS)
7) Somatopause
(Defisiensi GH/IGF)
8) Low
Testosterone Syndrome
B.
Fisiologi Andropause
Testosteron merupakan hormone seks laki-laki (androgen) yang terpenting.
Hormone testosterone adalah suatu hormone steroid yang terbentuk dari
kholesterol. Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial leydig di dalam
testis. Testis mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersamaan
disebut dengan androgen, termasuk testosteron, dihidrootestosteron, dan
androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga
dapat dianggap sebagai hormon testikular terpenting, walaupun sebagian besar testosteron
diubah menjadi hormone dihidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan
target. Sebelum testosteron menjadi bioaktif biasanya androgen ini harus diubah
terlebih dulu menjadi dihidrotestosteron pada sel-sel "target".
Andro-gen pada umumnya (testosteron, dihidrotestosteron, androstendione, 17-ketosteroid)
sangat dibutuhkan untuk perkembangan sifat-sifat seks primer maupun sekunder
(maskulinitas) pada laki-laki. Testosteron sebagian besar (95%), disekresi oleh
sel-sel Sertoli di dalam jaringan testis yang berada di antara
jaringan-jaringan interstitial yang hanya merupakan sekitar 5% dari seluruh
jaringan testis. Testosteron sisanya 3 diproduksi oleh kelenjar
adrenalis. Di samping hormon-hormon steroid yang disebutkan di atas, testis
masih memproduksi androgen yang kurang poten (bersifat androgen lemah), seperti
dehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstendion. Sel-sel Leydig selain
memproduksi estradiol, masih juga mensekresikan (dalam jumlah yang sangat
kecil); estron, pregnenolon, progesterone, 17-alfa-hidroksi-progesteron. Perlu
diingat bahwa tidak semua dihidrotestosteron dan estradiol disekresikan oleh
sel-sel Leydig dari testis, tapi hormon-hormon seks steroid seperti itu dapat
juga dibentuk oleh “Anrogen precursors dan estrogen pada jaringan. perifer
lainnya. seperti misalnya kelenjar adrenalis Bahkan 80% dari hormon steroid
tadi. yang dapat ditemukan dalam peredaran darah berasal dari "androgen
precursor". Androgen dalam peredaran darah pada umumnya didapatkan dalam
bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein ("binding protein").
Hanya sebagian kecil testosteron saja di dalam peredaran darah terdapat dalam
bentuk yang bebas sebagai "free testosteron". "Free
testosteron" hanya dapat diketemukan sekitar 2% saja. Sekitar 38% testosterone
terikat kepadaprotein albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat kepada globulin
yaitu “Sex hormone binding globulin" atau "SHBG". Ikatan itu
terkadang juga ditemukan sebagai testosterone-estradio-binding-globulin. Dengan
ikatan-ikatan seperti itu androgen-androgen menjadi lebih mudah dapat memasuki
sel-sel “Target”nya dan memberikan efek fisiologiknya. Pada sel-sel
"target" testosteron pada umumnya akan diubah menjadi dihidrotestosteron,
namun di dalam hepar sebagian besar testosteron akan diubah menjadi berbagai
macam metabolit, misalnya menjadi androsteron, epiandrosteron dan
etiokholanolon. Metabolit – metabolit tersebut setelah "berkonjugasi"
dengan "glucuronic acid" "sulphuric acid" akan dikeluarkan
melalui urin sebagai 17-ketosteroid. Dalam ponentuan kadar 17-ketosteroid di
dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 20-30% ketosteroid urin itu
berasal dari testosteron, sedangkan selebihnya berasal dari metabolit hormon
steroid adrenalis dan lainnya. Dengan demikian penentuan kadar 17-4
ketosteroid, urin tidak dapat mewakili atau, misalnya dijadikan pedoman untuk
menentukan kadar steroid dari testis. Nilai rujukan normal testosteron total
adalah 300-1000 ng/dl (Guyton dan I fall, 1997), Richard (2002,) menyatakan
kadar testosteron pada pria dewasa adalah sebagai berikut: free testosteron
sebesar 0,47-2,44 ng/dlatau 1,6% 2,9%, sedangkan kadar testosteron dan kadar
testosteron SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) diklasifikasikan berdasarkan
usia seperti tabel berikut ini:
Kadar
Testosteron dan Kadar Testosteron SHBG (Sex Hormone Binding Globulin)
Kadar Testoteron
|
Kadar Testoteron SHBG
|
||
Usia
|
Ng/dl
|
Usia
|
Nmol/1
|
20-39
|
400-1080
|
13-15
|
13-63
|
40-59
|
350-890
|
16-18
|
13-71
|
>50
|
350-720
|
>19
|
11-54
|
(Richard, 2002)
Kadar
Testosteron Kadar Testosteron SHBG Usia ng/dl Usia nmol/1 20 - 39 400- 1080
Testosteron
total terdiri dari 60% testosteron terikat globulin (SHBG), 38% testosteron
terikat albumin, dan 2% testosteron bcbas. Komponen aktif dari vestosteron
adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang Kemudian diubah
oleh enzim menjadi estradiol (dengan aromatase) dan dehidrotestosteron (dengan
5 alfa reduktase). Biosintesis Testosteron dalam Tubuh 5 Afinitas
testosterone dengan SHBG sangat tinggi sehingga hanya testosterone terikat
albumin dan testosterone bebas yang menunjukkan bioavaillibilitas aktif. Free
Androgen Index (FAI) menunjukkan hubungan antara konsentrasi testosteron dengan
protein pengikat androgen. Kadar normal testosteron bebas rata-rata 700ng/dl
dengan kisaran 300-I100ng/dl, sedangkan FAI berkisar 70-100%. Bila FAI <
50%, gejala-gejala andropause akan muncul. Pada usia 20 tahun, pria mempunyai
kadar testosteron tertinggi dalam darah sekitar 800-1200ng/dl yang akan
dipertahankan sekitar 10-20 tahun. Selanjutnya, kadarnya akan menurun sekitar
1% per tahun. Pada usia lanjut, erjadi penurunan fungsi sistem reproduksi pria
yang mengakibatkan penurunan jumlah testosteron dan availabilitasnya, seiring
dengan meningkatnya SHBG Penurunan testosteron bebas sekitar 1,2% per tahun,
sementara bioavailabilitasnya turun hingga 50% pada usia 25-75 tahun Pria akan
mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 0,8-1,6% per tahun
ketika memasuki usia sekitar 40 tahun. Sementara saat mencapai usia 70 tahun,
pria akan mengalami penurunan kadar testosterondarah sebanyak 35% dari kadar
semula. Perubahan kadar hormon testosteron ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu lainnya dan biasanya tidak sampai menimbulkan
hipogonadisme berat. Testosteron antara lain bertanggung jawab terhadap
berbagai sifat maskulinisasi tubuh. Pengaruh testosteron pada perkembangan
sifat kelamin primer dan sekunder pada pria dewasa antara lain.
Sifat-sifat
seks primer antara lain adalah :
1. Perkembangan/pembesaran alat kelamin
laki-laki (penis) yang mulai nampak jelas pada usia 10-11 tahun (pre-pubertas/pubertas)
3. Perkembangan
/ pembesaran volume testis dan kelenjar-kelenjar seks asesori (prostat dan
vesika seminalis).
Sifat-sifat seks sekunder antara lain dapat disebut :
1.Pembesaran
nada suara
2.Pertumbuhan-pertumbuhan
rambut ketiak, pubis maupun cambang/janggut.
3.Perkembangan
bentuk tubuh (otot dan skeleton) yang menunjukkan maskulinitas, dan perilaku.
Selain fungsi diatas, hormone testosterone, berpengaruh pada pertumbuhan
tulang. Testosterone meningkatkan jumlah total matriks tulang dan menyebabkan
retensi kalisum. Testosteron juga berpengaruh penting pada metabolisme basal,
produksi sel darah merah, sistem imun, serta pengaturan elektrolit dan
keseimbangan cairan tubuh. Fungsi-fungsi yang lain, diantaranya pada fungsi
seksual.-Pada pria usia lanjut, dorongan seksual dan fungsi ereksi hanya
terhadap testosteron yang kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan pria lebih
muda. Jadi berlawanan dengan pria yang lebih muda, pria berusia lanjut
membutuhkan kadar testosteron lebih tinggi untuk mencapai fungsi seksual yang
normal. Selain mengakibatkan disfungsi seksual, testosteron yang kurang juga
mengakibatkan spermatogenesis terganggu, kelelahan, ganguan mood, perasaan
bingung, rasa panas (hot flush), keringat malam hari, serta perubahan komposisi
tubuh berupa timbunan lemak viscera. Pada usia 20 tahun, pria mempunyai kadar
testosteron tertinggi dalam darah sekitar 800-1200 ng/dl yang akan
dipertahankan sekitar 10-20 tahun. Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan
fungsi sistem reproduksi pria yang menyebabkan penurunan jumlah testosteron
bebas dan availabilitasnya serta peningkatan SIIBG sehingga pembentukan DNA,
rnRNA, protein termasuk (Growth Factor) juga menurun.
Ketika memasuki
usia 40 tahun pria akan mengalami penurunan kadar testosterone darah aktif
sekitar 0,8-1,6 % per tahunnya, sementara bioavailibitasnya akan menurun
sebanyak 50 % diantara umur 25 dan 75
tahun Telah dibuktikan bahwa yang terpenting adalah Free Androgen Index (FAI)
yang menunjukkan hubungau antara kunsentrasi testosteron dengan protein
pengikat androgen. Kadar normal testosteron bebas rata-rata adalah 700 ng/dl
dengan kisaran 300-1100 ng/dl, sedangkan FAI mempunyai kisaran 70-100 %. Jika
FAI kurang dan 50 % maka gejala-gejala andropause akan muncul.
C.
Gejala dan
Tanda Andropause
Bersamaan dengan proses penuaan, ritme sirkadian testosteron menghilang.
Penurunan kadar hormon testosteron pada pria menimbulkan beberapa gejala dan
keluhan pada berbagai aspek kehidupan, antara lain
1) Gangguan
Vasomolor
Tubuh
terasa panas, berkeringat, insomnia, rasa gelisah dan takut terhadap perubahan
yang terjadi.
2) Gangguan
Fungsi Kognitif dan Suasana Hati
Mudah lelah, menurunnya konsentrasi, berkurangnya kerjasama mental/intuisi,
keluhan depresi, nervous, dan hilangnya rasa percaya diri, pikun, menurunnya
motivasi terhadap berbagai hal.
3) Gangguan
Virilitas
Menurunnya kekuatan dan kekurangnya tenaga secara signifikan menurunnya
kekuatan dan masa otot, perubahan pertumbuhan rambut dan kualitas dan kualitas
kulit, penumpukan lemak pada daerah abdominal dan osteoporosis, karena
berkurangnya massa tulang, fraktur tulang yang meningkat.
4) Gangguan
Seksual
Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktifitas
seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi/disfungsi
ereksi/impotensi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan
menurunnya volume ejakulasi, menurunnya libido yang berimbas pada menurunnya
minat terhadap aktivitas seksual.
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Andropause
Timbulnya gejala dan tanda andropause dapat terjadi karena pengaruh
berbagai faktor, antara lain:
1) Faktor Internal
Pengaruh internal bisa dari tubuhnya sendiri atau genetik. Terjadi karena adanya
perubahan hormonal/organik. Juga bisa karena sudah mengidap penyakit tertentu
seperti hipertensi, hiperkolesterol, obesitas atau DM.
2) Faktor Ekstemal
Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi
kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia bersifat
estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah
tangga. Juga dapat karena faktor psikis yang berperan yaitu kebisingan dan
perasaan tidak nyaman, sering terpapar sinar matahari dan polusi yang bisa
menyebabkan stres. Gaya hidup tak sehat Juga ditengarai dapat mempengaruhi
gejala andropause, misalnya merokok, mengkonsumsi alcohol, suka begadang, dan
pola makan yang tak seimbang. Andropause disebabkan oleh penurunan kadar
testosteran, dan penurunan kadar testosteron ini terjadi gradual seiring dengan
bertambahnya usia. Kadar testosteron yang rendah dapat disebut sebagai
hipogonadism, American Association of Clinical Endocrinologist mendefinisikan
hipogonadism terjadi jika kadar free testosteron di bawah batas normal.
Etiologi hipogonadism dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a)
Hipogonadism Primer
Kelainan testis (anorchia, tumor testis, hipoplasia set leydig, disgenesis
kelenjar gonad), kelainan genetik (sindrom klincffelter, male
pseudohermaphrodith, mutasi reseptor gonadotropin), orchitis.
b)
Hipogonadism Sekunder
Idiopatik hypogonadotropic-hypogonadism, Sindrom Kallman, Sindrom Prade/
Labhar Willi, Hipoplasia adrenal kongenital, Brain tumor causing Secondary GnRH
deficiency or hypopituitarism. Indectivating GnRH receptor mutations,
hyperprolactinemia
c)
Campuran
Paparan toksin pekerjaan, antara lain: radiasi ion, DES
(Diethylstillbestrol) PCBs (Polychlorinated biphenyls) dan narkoba. Penyakit
sistemik kronis (gagal ginjal kronis, sirosis hepatic, PPOK, Parkinson’s disease,
AIDS) penyakit non gonadal akut yang berat (infark miokard, trauma, tindakan
bedah besar), obat-obatan dan proses penuaan.
Status
gizi pada usia lanjut
- Penurunan sekresi asam lambung
dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu penyerapan vitamin dan
mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro
- Mobilitas usus menurun,
mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia menderita wasir yang
bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia
- Sering menggunakan obat-obatan
atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu makan yang menyebabkan kurang
gizi dan hepatitis atau kanker hati
- Gangguan kemampuan motorik,
akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan makanan sendiri dan menjadi
kurang gizi
- Kurang bersosialisasi, kesepian
(perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan menurun dan menjadi kurang
gizi
- Pendapatan menurun (pensiun),
konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya menjadi kurang gizi
- Dimensia (pikun), akibatnya
sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat menyebabkan kegemukan
atau pun kurang gizi
Kebutuhan gizi lansia
Masalah gizi yang dihadapi lansia
berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas biologis tubuhnya. Konsumsi pangan
yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang
sudah menurun.
·
Kalori
Hasil-hasil penelitian menunjukan
bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang berusia lanjut menurun
sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori
(energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per
gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein,
20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk
lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal.
Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan
disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila terlalu
sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga tubuh akan menjadi
kurus.
·
Protein
Untuk lebih aman, secara umum
kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah 1 gram per kg berat
badan.Pada lansia, masa ototnya berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya
akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa,
karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh tubuh
telah berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien).
Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi
proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa.Sumber
protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan kacang-kacangan.
·
Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan
adalah 30% atau kurang dari total kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total
yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan
penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga
dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA
= poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak
mengandung asam lemak jenuh.
·
Karbohidrat
dan serat makanan
Salah satu masalah yang banyak
diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi (susah BAB) dan
terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat makanan telah terbukti dapat
menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah
sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan
mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan
konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain
terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk
mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat
kompleks, yang berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian yang berfungsi
sebagai sumber energi dan sumber serat.
·
Vitamin
dan mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
umumnya lansia kurang mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat,
vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya
konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang
paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang menyebabkan
kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin
dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi
yang lain. Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai sumber
vitamin, mineral dan serat.
·
Air
Cairan dalam bentuk air dalam
minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam
bentuk keringat dan urine), membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal
(membantu fungsi kerja ginjal).Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8
gelas per hari.
E. Diagnosa
Andropause
1) Perubahan
hormonal sebagai diagnosa pasti diukur dengan pemeriksaan laboratorium yaitu
mengukur kadar testosterone serum, total testosterone, testosterone bebas,
SHBG, DHEA, DHEAs.
2) Perubahan mental dan fisik dikonfirmasi dengan
pemeriksaan fisik, fungsi tubuh dan pemeriksaan psikologi.
3) Perubahan
tingkah laku dikonfirmasi dengan alloanamnesa.
MEKANISME
TERJADINYA ANDROPAUSE
Mekanisme terjadinya andopause adalah karena menurunnya fungsi dari sistem reproduksi pria, yang selanjutnya menyebabkan penurunan kadar testoteron sampai dengan dibawah angka normal.
Mekanisme terjadinya andopause adalah karena menurunnya fungsi dari sistem reproduksi pria, yang selanjutnya menyebabkan penurunan kadar testoteron sampai dengan dibawah angka normal.
F. Pengobatan
Dahulu penurunan kadar testosterone terkait usia dianggap tidak bisa
diobati, tetapi paradigma ini sekarang telah berubah. Saat ini terapi sulih
hormone adalah yang paling direkomendasikan untuk penanganan andropause.
Pemberian testosterone adalah pilihan paling baik saat ini. Belum ada
kesepakatan ambang standar untuk memulai pengobatan defisiensi testosterone.
Kadar testosterone 200-200 ng/dl yang diambil pada pagi hari.
dianggap
rendah. Tetapi angka ini tidak dapat dikaitkan dengan usia. Karena nilai 300
ng/dl mungkin normal untuk pria berusia 65 tahun, tapi tidak normal untuk usia
30 tahun. Prinsip penatalaksanaan kadar testosterone adalah mempertahankan
kadar testosterone pada nilai normal, terapi diberikan jika kadar testosterone
cenderung turun, tanpa menunggu kadar testosterone tersebut berada dibawah
nilai normal. Tujuan terapi adalah mempertahankan kadar testosterone tetap pada
rentang nilai normal.
Berikut adalah preparat testosterone yang ada di Indonesia:
1) Pre oral
a.Testosteron
undecanoat capsul 40mg (Andriol Testoscap)
b.Mesterolone
tablet 25 mg (proviron, Infelon, Androlon)
2) Per Intra Muscular Injection
a.Kombinasi testosterone propionate 30 mg, testosterone
phenylpropionat 60 mg, testosterone decanoat 100mg ampul
(sustanon)
b.Testosteron
undecanoat 1000mg ampul (Nebido)
3) Transdermal Gel testosterone (Tostrex 2% gel)
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
andropause berasal dari
bahasa Yunani, andro artinya pria sedangkan pause artinya
penghentian, jadi secara harfiah andropause adalah berhentinya fungsi
fisiologis pada pria. andropause ditujukan untuk pria usia lanjut, tetapi
gejala yang sama juga terjadi pada pria berusia lebih muda yang mengalami
kekurangan hormon androgen. Jadi masalahnya bukan pada usia, melainkan
menurunnya kadar hormon androgen
Penuaan merupakan
sebuah proses degeneratif yang berjalan secara fisiologis pada manusia. Pada
pria, andropause akan muncul sebagai kumpulan gejala akibat penurunan kadar
hormon testosteron dalam darah, dimana penurunan hormon testosteron ini terjadi
secara perlahan-lahan. Gejala yang dirasakan karena penurunan kadar testosteron
ini berbeda-beda sesuai dengan besarnya penurunan hormon tersebut. Perubahan
yang terjadi pada andropause tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga aspek psikis.
Kekhawatiran tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada orang yang mengalami
andropause dapat menjadi stres jika terjadi berkepanjangan, terlebih jika tidak
mendapat pengetahuan yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar